Saat sekarang ini, kebutuhan akan energi dan pangan untuk negara
Indonesia masih sangat bergantung dengan energi fosil. Energi fosil ini
merupakan anurgrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang sangat luar biasa
karena mempunyai kandungan energi yang paling tinggi dengan jumlah yang
sangat banyak, sayangnya jumlah yang sangat banyak tersebut tentunya ada
batasnya. Energi fosil ini di alam dapat berbentuk minyak bumi, gas
alam, dan batu bara. Distribusi konsumsi energi fosil ini dipegang oleh
sektor industri sebesar 49,4%, sektor transportasi sebesar 34%, dan
16,6% lagi dipegang oleh rumah tangga dan bangunan komersial (Badan
Pusat Statistik, 2011). Besarnya konsumsi energi fosil oleh sektor
industri dan tranportasi ini karena keunggulan dari energi fosil sendiri
yaitu sebagian besar produknya dalam bentuk bahan bakar cair.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahan bakar cair sangat mudah
disimpan, dan mudah ditransportasikan. Oleh karena itu energi yang
berasal dari fosil merupakan primadona yang mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi negara Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat
membuat kita bangsa Indonesia merasa sangat dinyamankan dengan adanya
energi dari fosil ini. Padahal tuhan hanya menyediakan energi fosil
dalam jumlah yang terbatas yang berasal dari fosil jutaan tahun yang
lalu. Karena kenyamanan yang diberikan energi fosil ini membuat sifat
manusia yang hanya ingin menguras habis sumber energi ini tanpa
memperhatikan bagaimana nasib generasi manusia berikutnya. Jadi apakah
kita tidak menyadari kita hidup sekarang memberikan musibah bagi
generasi berikutnya?.
Seperti yang sudah kita rasakan
sekarang ini, kenyamanan yang diberikan oleh pemakaian energi fosil ini
sudah tidak tergantikan lagi. Para ilmuwan di Indonesia telah
memprediksi bahwa cadangan gas alam dan minyak bumi Indonesia hanya
cukup untuk mensuplai kebutuhan energi selama 40-50 tahun lagi. Jadi
bagaimana nasib bangsa kita, nasib anak-cucu kita 40-50 tahun lagi?
Apakah anda dapat membayangkannya?. Kenyamanan yang kita dapatkan
sekarang telah merampok kenyamanan generasi berikutnya. Namun masih
banyak orang masih berpikir minyak bumi dan gas alam masih sangat banyak
di perut bumi dan tidak akan ada habisnya. Tentu saja yang berpikiran
seperti itu mungkin orang-orang yang takut kenyamanannya hilang dan
masih saja melakukan ekploitasi besar-besar terhadap energi fosil.
Bagaimana
solusi untuk menghadapi krisis energi dan pangan yang akan terjadi
40-50 tahun mendatang?. Tentunya jawabannya adalah dengan memaksimalkan
penggunaan energi terbarukan. Energi terbarukan banyak macamnya seperti
panas bumi, surya, nuklir, angin, biomassa, biofuel, biogas, dan
lain-lain. Di Indonesia, berbagai macam energi terbarukan tersebut dapat
diterapkan. Indonesia mempunyai energi panas bumi yang jumlahnya cukup
besar. Namun sayangnya potensi panas bumi di Indonesia masih banyak
dikuasi oleh perusahaan asing. Penggunaan sel surya dan tenaga angin pun
masih sedikit. Hal yang paling ditakuti di Indonesia adalah penggunaan
energi nuklir. PLTN merupakan alternatif terakhir yang akan digunakan
oleh pemerintah, yang harus didahulukan adalah membangun energi
terbarukan (Dirjen EBTKE, 2011). Bisa kita lihat pembangunan energi
nuklir mendapat banyak halangan untuk diterapkan di indonesia.
Sosialisasi tentang energi nuklir kepada masyarakat pun belum diberikan
secara benar dan lengkap sehingga masih banyaknya masyarakat yang
menolak energi nuklir. Padahal kita semua hidup dari energi nuklir yaitu
dari energi matahari. Banyak hal tentang energi nuklir yang tidak
diketahui masyarakat. Dalam 1 ton tanah terdapat 4 gram uranium 238 yang
disebut alpha emiter. Umurnya 0,6 miliar tahun. Jadi secara tidak
langsung kita telah bermain dengan radiasi secara alami. Bisa
dibayangkan uranium 238 yang terbang melalui cerobong waktu batubara
dibakar. Dan apabila tertelan akan menyebabkan kangker. Pada saat
sekarang ini tingkat keamanan pembangkit nuklir semakin tinggi dengan
semakin majunya teknologi. Coba kita lihat 20 tahun ke belakang. Negara
Korea Selatan dulu sama miskinnya dengan kita. Namun mereka berani
mengambil langkah yang pasti untuk mengimplementasikan langsung energi
nuklir. Korea Selatan pada saat sekarang ini sudah mempunyai 22 reaktor
nuklir. Di Indonesia 20 tahun lalu sudah sempat juga direncanakan
pembangunan pembangkit nuklir. Namun Indonesia terlalu lama untuk
memperdebatkan tentang energi nuklir sehingga saat sekarang ini pun
indonesia masih memperdebatkan. Padahal indonesia tinggal punya waktu
yang sedikit yaitu 40 tahun lagi untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi krisis energi dan pangan. Walaupun langkah ini belum bisa
diambil oleh bangsa Indonesia, kita masih punya harapan tentang
pembangunan energi terbarukan dari biomassa dan biofuel. Melihat
indonesia memiliki tanah yang subur sehingga potensi untuk membangun
energi terbarukan dari biomassa dan biofuel terbuka lebar. Hal ini
didukung dengan diterapkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional, disebutkan bahwa kontribusi energi terbarukan dalam
bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan
komposisi bahan bakar nabati (BBN) 5%, panas bumi 5%, biomassa, nuklir,
air, surya, dan angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%.
Salah
satu energi terbarukan yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah
bahan bakar nabati (BBN) seperti biodiesel. Biodiesel dari kelapa sawit
merupakan prioritas utama pemerintah disamping biodiesel dari pohon
jarak dengan target produksi pada tahun 2010 sebesar 62.000 ton.
Disamping biodiesel, banyak produk yang bisa diolah dari minyak kelapa
sawit seperti, minyak goreng, kosmetik, dan lain-lain. Hal ini mendorong
pesatnya perkembangan industri dari perkebunan kelapa sawit. Tercatat
luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2010 sebesar 8 juta ha.
Jumlah ini sangat besar melebihi luas area produktif untuk persawahan
4,3 juta ha. Padahal industri kelapa sawit hanya kebutuhan sekunder,
sedangkan padi merupakan kebutuhan primer. Penulis memberikan pertanyaan
kepada para pembaca, apakah biodiesel dari minyak sawit ini termasuk
energi terbarukan?. Pastinya para pembaca menjawab iya. Jawaban dari
penulis adalah biodiesel dari kelapa sawit bukan 100% energi terbarukan
atau bahkan bukan energi terbarukan. Kenapa?, banyak diantara kita yang
tidak mengetahui fakta dibalik hal ini. coba kita perhatikan. Perkebunan
kelapa sawit saat sekarang ini, untuk tumbuh dan menghasilkan buah
kelapa sawit yang banyak memerlukan pupuk urea. Tidak hanya sawit,
bahkan padi pun tidak akan tumbuh dan menghasilkan biji padi yang banyak
kalau tidak diberi pupuk urea. Berdasarkan data dilapangan tercatat
bahwa rata-rata untuk menghasilkan 24 liter minyak sawit memerlukan 1 kg
pupuk urea, dan untuk menghasilkan 20 kg beras memerlukan 1 kg urea.
Tahukan anda urea dibuat dari mana?. Urea dengan rumus kimia CO(NH2)2
dibuat dari gas alam yang notabennya merupakan energi fosil dan tidak
terbarukan. Jadi bisa disimpulkan bahwa biodiesel bukan energi
terbarukan karena dalam produksinya masih memerlukan energi fosil. Jadi
apakah bener dengan semakin besarnya penanaman sawit diseluruh
indonesia?. Seperti kita ketahui bersama industri perkebunan kelapa
sawit merupakan bisnis yang memacu pertumbuhangan ekonomi indonesia.
Bayangkan kenyamanan yang kita peroleh dari kelapa sawit akan sirna 40
tahun lagi karena tidak lagi akan mendapatkan pupuk urea yang berasal
dari gas alam. Ekonomi indonesia akan turun drastis dan kehancuran
negara Indonesia akan dimulai. Langkah penggunaan urea untuk perkebunan
yang menghasilkan biomass untuk energi dan pangan sangat tidak tepat.
Hal harus kita ketahui adalah tumbuhan untuk tumbuh memerlukan Nitrogen
(N2) yang berasal dari udara. N2 dari udara akan dikonsumsi oleh bakteri
nitrifikasi yang berada dalam tanah dan menghasilkan limbah nitrat
(NO3-) yang kemudian akan diserap oleh tumbuhan dan dibawa ke daun dan
batang. Konsentrasi Nitrat yang dihasilkan bakteri tergolong rendah.
Sehingga ketika tumbuhan diberi pupuk urea ( CO(NH2)2 ), C dan O akan
terkonversi menjadi CO2, H terkonversi menjadi H2O, serta N akan
terkonversi menjadi Nitrat. Meningkatnya konsentrasi nitrat pada tanah
akan sangat berbahaya bagi bakteri dan dapat membuat bakteri tersebut
mati karena nitrat dengan konsentrasi yang tinggi. Hal ini diibaratkan
dengan manusia disuruh hidup dalam septik tank, tentunya juga tidak akan
tahan dan mati. Hal ini mejadikan pupuk urea dopping bagi tanah. Karena
kalau tidak diberikan pupuk tumbuhan tidak akan tumbuh dan bebuah. Jadi
mau tidak mau harus disupplai pupuk urea terus menerus. Hal ini terjadi
pada kelapa sawit, padi, dan tumbuhan perkebunan lainnya yang terdapat
di Indonesia. Tentunya ini akan sangat berbahaya mengingat 40 tahun lagi
cadangan energi fosil akan habis atau turus drastis. Kalau kita
terus-menerus mengambil langkah ini bukan tidak mungkin 40 tahun lagi
pangan dan energi akan saling mendesak dan akan mengalami krisi.
Bagaimana solusinya? Disini penulis menawarkan 2 alternatif yaitu
putuskan hubungan biomassa dengan energi fosil dan putuskan hubungan
pangan dengan energi fosil. Tentunya untuk melaksanakan hal ini
diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah. Bagaimana caranya? Kita
harus kembali ke alam lagi yaitu dengan menggunakan komposting.. Hal ini
merupakan tantangan bagi ilmuwan. Hal yang harus kita sadari,
kenyamanan yang kita dapat sekarang dari energi fosil terlalu tinggi
untuk dijadikan standar kehidupan. Dengan beralih ke komposting tentunya
standar kenyamanan yang kita peroleh tentunya tidak setinggi standar
kenyamanan yang kita dapatkan dari energi fosil. Untuk itu merupakan
tanggung jawab ilmuwan untuk memaksimalkannya. Banyaknya perkebunan
dengan menggunakan urea telah merusak tanah. Jadi untuk memperbaikinya
kita tidak boleh lagi menggunakan urea sebagai pupuk dan tanah harus
direhabilitasi. Kapitalisasi oleh perkebunan kelapa sawit yang ada saat
sekarang ini sudah sangat berbahaya, karena untuk berbuah harus ada
pupuk urea. Untuk itu diperlukan alternatif baru untuk menggantikan
kelapa sawit. Apakah ada?jawabannya ada. Yaitu kelapa. Minyak dari
kelapa merupakan sumber minyak kedua terbesar setelah kelapa sawit.
Ajaibnya kelapa tidak perlu diberi pupukpun tidak akan tumbuh dan
berbuah. Bisa kita lihat faktanya dilingkungan sekitar kita. Dalam hal
pangan pun juga harus diputus hubungannya dengan urea. Sudah ada yang
membudidayakan padi organik, namun belum maksimal. Hal tidak kita
perhatikan adalah singkong. Tanaman singkong akan berisi pun jika tidak
diberi pupuk. Jadi singkong mempunyai potensi untu dijadikan makanan
pokok seperti padi. Penulis perlu menyampaikan bahwa, kita punya waktu
yang hanya sedikit yaitu 40 tahun lagi untuk menyelamatkan negara ini.
negara China Cuma butuh 20 tahun untuk mencapai masa kejayaanya. kapan
kita mulai? Ayo kita mulai dari sekarang. Pengurasan energi fosil secara
terus menerus hanya akan menyengsarakan generasi berikutnya. Dan hal
ini sangat tidak bersesuai dengan konsep keadilan. Karena konsep
keadilan yang sesungguhnya adalah adil berdasarkan ruang dan waktu. Apa
yang kita perbuat sekarang jangan sampai menjadi malapetaka bagi
generasi berikutnya. Penulis berasal dari jurusan teknik kimia ITB dan
sekarang masih kuliah di tingkat empat. ITB merupakan harapan bagi
rakyat indonesia. Di ITB sendiri yang mengerti hal ini hanya beberapa
jurusan saja, terutama teknik kimia. Penulis berharap kita semua
menyadari akan hal ini dan mulailah kita merubah pola pikir kita. Sudah
saatnya kita berbuat untuk Indonesia yang lebih baik. Kalau ada kata
yang salah tentunya itu berasal dari penulis dan mohon dikoreksi,
kebenaran hanya milik Allah Swt. Terima kasih
0 comments:
Post a Comment