Wednesday, September 14, 2011

Fakta yang akan terjadi 40 tahun lagi, dan bagaimana seharusnya sikap kita?

Saat sekarang ini, kebutuhan akan energi dan pangan untuk negara Indonesia masih sangat bergantung dengan energi fosil. Energi fosil ini merupakan anurgrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang sangat luar biasa karena mempunyai kandungan energi yang paling tinggi dengan jumlah yang sangat banyak, sayangnya jumlah yang sangat banyak tersebut tentunya ada batasnya. Energi fosil ini di alam dapat berbentuk minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Distribusi konsumsi energi fosil ini dipegang oleh sektor industri sebesar 49,4%, sektor transportasi sebesar 34%, dan 16,6% lagi dipegang oleh rumah tangga dan bangunan komersial (Badan Pusat Statistik, 2011). Besarnya konsumsi energi fosil oleh sektor industri dan tranportasi ini karena keunggulan dari energi fosil sendiri yaitu sebagian besar produknya dalam bentuk bahan bakar cair. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahan bakar cair sangat mudah disimpan, dan mudah ditransportasikan. Oleh karena itu energi yang berasal dari fosil merupakan primadona yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Dengan pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat membuat kita bangsa Indonesia merasa sangat dinyamankan dengan adanya energi dari fosil ini. Padahal tuhan hanya menyediakan energi fosil dalam jumlah yang terbatas yang berasal dari fosil jutaan tahun yang lalu. Karena kenyamanan yang diberikan energi fosil ini membuat sifat manusia yang hanya ingin menguras habis sumber energi ini tanpa memperhatikan bagaimana nasib generasi manusia berikutnya. Jadi apakah kita tidak menyadari kita hidup sekarang memberikan musibah bagi generasi berikutnya?.

Seperti yang sudah kita rasakan sekarang ini, kenyamanan yang diberikan oleh pemakaian energi fosil ini sudah tidak tergantikan lagi. Para ilmuwan di Indonesia telah memprediksi bahwa cadangan gas alam dan minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk mensuplai kebutuhan energi selama 40-50 tahun lagi. Jadi bagaimana nasib bangsa kita, nasib anak-cucu kita 40-50 tahun lagi? Apakah anda dapat membayangkannya?. Kenyamanan yang kita dapatkan sekarang telah merampok kenyamanan generasi berikutnya. Namun masih banyak orang masih berpikir minyak bumi dan gas alam masih sangat banyak di perut bumi dan tidak akan ada habisnya. Tentu saja yang berpikiran seperti itu mungkin orang-orang yang takut kenyamanannya hilang dan masih saja melakukan ekploitasi besar-besar terhadap energi fosil.
Bagaimana solusi untuk menghadapi krisis energi dan pangan yang akan terjadi 40-50 tahun mendatang?. Tentunya jawabannya adalah dengan memaksimalkan penggunaan energi terbarukan. Energi terbarukan banyak macamnya seperti panas bumi, surya, nuklir, angin, biomassa, biofuel, biogas, dan lain-lain. Di Indonesia, berbagai macam energi terbarukan tersebut dapat diterapkan. Indonesia mempunyai energi panas bumi yang jumlahnya cukup besar. Namun sayangnya potensi panas bumi di Indonesia masih banyak dikuasi oleh perusahaan asing. Penggunaan sel surya dan tenaga angin pun masih sedikit. Hal yang paling ditakuti di Indonesia adalah penggunaan energi nuklir. PLTN merupakan alternatif terakhir yang akan digunakan oleh pemerintah, yang harus didahulukan adalah membangun energi terbarukan (Dirjen EBTKE, 2011). Bisa kita lihat pembangunan energi nuklir mendapat banyak halangan untuk diterapkan di indonesia. Sosialisasi tentang energi nuklir kepada masyarakat pun belum diberikan secara benar dan lengkap sehingga masih banyaknya masyarakat yang menolak energi nuklir. Padahal kita semua hidup dari energi nuklir yaitu dari energi matahari. Banyak hal tentang energi nuklir yang tidak diketahui masyarakat. Dalam 1 ton tanah terdapat 4 gram uranium 238 yang disebut alpha emiter. Umurnya 0,6 miliar tahun. Jadi secara tidak langsung kita telah bermain dengan radiasi secara alami. Bisa dibayangkan uranium 238 yang terbang melalui cerobong waktu batubara dibakar. Dan apabila tertelan akan menyebabkan kangker. Pada saat sekarang ini tingkat keamanan pembangkit nuklir semakin tinggi dengan semakin majunya teknologi. Coba kita lihat 20 tahun ke belakang. Negara Korea Selatan dulu sama miskinnya dengan kita. Namun mereka berani mengambil langkah yang pasti untuk mengimplementasikan langsung energi nuklir. Korea Selatan pada saat sekarang ini sudah mempunyai 22 reaktor nuklir. Di Indonesia 20 tahun lalu sudah sempat juga direncanakan pembangunan pembangkit nuklir. Namun Indonesia terlalu lama untuk memperdebatkan tentang energi nuklir sehingga saat sekarang ini pun indonesia masih memperdebatkan. Padahal indonesia tinggal punya waktu yang sedikit yaitu 40 tahun lagi untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi krisis energi dan pangan. Walaupun langkah ini belum bisa diambil oleh bangsa Indonesia, kita masih punya harapan tentang pembangunan energi terbarukan dari biomassa dan biofuel. Melihat indonesia memiliki tanah yang subur sehingga potensi untuk membangun energi terbarukan dari biomassa dan biofuel terbuka lebar. Hal ini didukung dengan diterapkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, disebutkan bahwa kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi bahan bakar nabati (BBN) 5%, panas bumi 5%, biomassa, nuklir, air, surya, dan angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%.

 Salah satu energi terbarukan yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah bahan bakar nabati (BBN) seperti biodiesel. Biodiesel dari kelapa sawit merupakan prioritas utama pemerintah disamping biodiesel dari pohon jarak dengan target produksi pada tahun 2010 sebesar 62.000 ton. Disamping biodiesel, banyak produk yang bisa diolah dari minyak kelapa sawit seperti, minyak goreng, kosmetik, dan lain-lain. Hal ini mendorong pesatnya perkembangan industri dari perkebunan kelapa sawit. Tercatat luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2010 sebesar 8 juta ha. Jumlah ini sangat besar melebihi luas area produktif untuk persawahan 4,3 juta ha. Padahal industri kelapa sawit hanya kebutuhan sekunder, sedangkan padi merupakan kebutuhan primer. Penulis memberikan pertanyaan kepada para pembaca, apakah biodiesel dari minyak sawit ini termasuk energi terbarukan?. Pastinya para pembaca menjawab iya. Jawaban dari penulis adalah biodiesel dari kelapa sawit bukan 100% energi terbarukan atau bahkan bukan energi terbarukan. Kenapa?, banyak diantara kita yang tidak mengetahui fakta dibalik hal ini. coba kita perhatikan. Perkebunan kelapa sawit saat sekarang ini, untuk tumbuh dan menghasilkan buah kelapa sawit yang banyak memerlukan pupuk urea. Tidak hanya sawit, bahkan padi pun tidak akan tumbuh dan menghasilkan biji padi yang banyak kalau tidak diberi pupuk urea. Berdasarkan data dilapangan tercatat bahwa rata-rata untuk menghasilkan 24 liter minyak sawit memerlukan 1 kg pupuk urea, dan untuk menghasilkan 20 kg beras memerlukan 1 kg urea. Tahukan anda urea dibuat dari mana?. Urea dengan rumus kimia CO(NH2)2 dibuat dari gas alam yang notabennya merupakan energi fosil dan tidak terbarukan. Jadi bisa disimpulkan bahwa biodiesel bukan energi terbarukan karena dalam produksinya masih memerlukan energi fosil. Jadi apakah bener dengan semakin besarnya penanaman sawit diseluruh indonesia?. Seperti kita ketahui bersama industri perkebunan kelapa sawit merupakan bisnis yang memacu pertumbuhangan ekonomi indonesia. Bayangkan kenyamanan yang kita peroleh dari kelapa sawit akan sirna 40 tahun lagi karena tidak lagi akan mendapatkan pupuk urea yang berasal dari gas alam. Ekonomi indonesia akan turun drastis dan kehancuran negara Indonesia akan dimulai. Langkah penggunaan urea untuk perkebunan yang menghasilkan biomass untuk energi dan pangan sangat tidak tepat. Hal harus kita ketahui adalah tumbuhan untuk tumbuh memerlukan Nitrogen (N2) yang berasal dari udara. N2 dari udara akan dikonsumsi oleh bakteri nitrifikasi yang berada dalam tanah dan menghasilkan limbah nitrat (NO3-) yang kemudian akan diserap oleh tumbuhan dan dibawa ke daun dan batang. Konsentrasi Nitrat yang dihasilkan bakteri tergolong rendah. Sehingga ketika tumbuhan diberi pupuk urea ( CO(NH2)2 ), C dan O akan terkonversi menjadi CO2, H terkonversi menjadi H2O, serta N akan terkonversi menjadi Nitrat. Meningkatnya konsentrasi nitrat pada tanah akan sangat berbahaya bagi bakteri dan dapat membuat bakteri tersebut mati karena nitrat dengan konsentrasi yang tinggi. Hal ini diibaratkan dengan manusia disuruh hidup dalam septik tank, tentunya juga tidak akan tahan dan mati. Hal ini mejadikan pupuk urea dopping bagi tanah. Karena kalau tidak diberikan pupuk tumbuhan tidak akan tumbuh dan bebuah. Jadi mau tidak mau harus disupplai pupuk urea terus menerus. Hal ini terjadi pada kelapa sawit, padi, dan tumbuhan perkebunan lainnya yang terdapat di Indonesia. Tentunya ini akan sangat berbahaya mengingat 40 tahun lagi cadangan energi fosil akan habis atau turus drastis. Kalau kita terus-menerus mengambil langkah ini bukan tidak mungkin 40 tahun lagi pangan dan energi akan saling mendesak dan akan mengalami krisi. Bagaimana solusinya? Disini penulis menawarkan 2 alternatif yaitu putuskan hubungan biomassa dengan energi fosil dan putuskan hubungan pangan dengan energi fosil. Tentunya untuk melaksanakan hal ini diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah. Bagaimana caranya? Kita harus kembali ke alam lagi yaitu dengan menggunakan komposting.. Hal ini merupakan tantangan bagi ilmuwan. Hal yang harus kita sadari, kenyamanan yang kita dapat sekarang dari energi fosil terlalu tinggi untuk dijadikan standar kehidupan. Dengan beralih ke komposting tentunya standar kenyamanan yang kita peroleh tentunya tidak setinggi standar kenyamanan yang kita dapatkan dari energi fosil. Untuk itu merupakan tanggung jawab ilmuwan untuk memaksimalkannya. Banyaknya perkebunan dengan menggunakan urea telah merusak tanah. Jadi untuk memperbaikinya kita tidak boleh lagi menggunakan urea sebagai pupuk dan tanah harus direhabilitasi. Kapitalisasi oleh perkebunan kelapa sawit yang ada saat sekarang ini sudah sangat berbahaya, karena untuk berbuah harus ada pupuk urea. Untuk itu diperlukan alternatif baru untuk menggantikan kelapa sawit. Apakah ada?jawabannya ada. Yaitu kelapa. Minyak dari kelapa merupakan sumber minyak kedua terbesar setelah kelapa sawit. Ajaibnya kelapa tidak perlu diberi pupukpun tidak akan tumbuh dan berbuah. Bisa kita lihat faktanya dilingkungan sekitar kita. Dalam hal pangan pun juga harus diputus hubungannya dengan urea. Sudah ada yang membudidayakan padi organik, namun belum maksimal. Hal tidak kita perhatikan adalah singkong. Tanaman singkong akan berisi pun jika tidak diberi pupuk. Jadi singkong mempunyai potensi untu dijadikan makanan pokok seperti padi. Penulis perlu menyampaikan bahwa, kita punya waktu yang hanya sedikit yaitu 40 tahun lagi untuk menyelamatkan negara ini. negara China Cuma butuh 20 tahun untuk mencapai masa kejayaanya. kapan kita mulai? Ayo kita mulai dari sekarang. Pengurasan energi fosil secara terus menerus hanya akan menyengsarakan generasi berikutnya. Dan hal ini sangat tidak bersesuai dengan konsep keadilan. Karena konsep keadilan yang sesungguhnya adalah adil berdasarkan ruang dan waktu. Apa yang kita perbuat sekarang jangan sampai menjadi malapetaka bagi generasi berikutnya. Penulis berasal dari jurusan teknik kimia ITB dan sekarang masih kuliah di tingkat empat. ITB merupakan harapan bagi rakyat indonesia. Di ITB sendiri yang mengerti hal ini hanya beberapa jurusan saja, terutama teknik kimia. Penulis berharap kita semua menyadari akan hal ini dan mulailah kita merubah pola pikir kita. Sudah saatnya kita berbuat untuk Indonesia yang lebih baik. Kalau ada kata yang salah tentunya itu berasal dari penulis dan mohon dikoreksi, kebenaran hanya milik Allah Swt. Terima kasih

0 comments:

Post a Comment